9 Negara yang Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka, Nomor 4 dan 5 Tetangga Indonesia

- 13 Juli 2022, 16:00 WIB
Demonstrators celebrate after entering into the Presidential Secretariat, after President Gotabaya Rajapaksa fled, amid the country's economic crisis, in Colombo, Sri Lanka July 9, 2022.
Demonstrators celebrate after entering into the Presidential Secretariat, after President Gotabaya Rajapaksa fled, amid the country's economic crisis, in Colombo, Sri Lanka July 9, 2022. /REUTERS/Dinuka Liyanawatte

CHANELSULSEL.COM - Artikel ini akan menyajikan 9 negara yang terancam bangkrut seperti Sri Lanka.

Krisis ekonomi negara-negara ini disebabkan melemahnya cadangan devisa seperti dikutip dari Galamedianews.com pada Rabu, 13 Juli 2022.

Bahkan, daftar negara pada nomor 4 dan 5 merupakan negara tetangga Indonesia. Kedua negara ini berada di Asia Tenggara.

Baca Juga: Cari Tahu Pangkat Polisi, Brigadir dan Bharada Tinggi Mana?

Berikut beberapa negara yang berada dalam krisis ekonomi dengan risiko terbesar yang terancam bangkrut seperti Sri Lanka.

1. Afghanistan

Afghanistan sudah terguncang krisis ekonomi buruk sejak Taliban berkuasa di negara itu sejak tahun lalu. Taliban kembali berkuasa seiring kebijakan Washington dan sekutu NATO yang menarik pasukannya dari Afghanistan.

Baca Juga: Profil Lengkap Go Yoon Jung yang Dikabarkan Menggantikan Jung So Min Drakor Alchemy of Souls Part 2

Bantuan asing yang selama ini menjadi penopang ekonomi Afghanistan pun terhenti. Berbagai pemerintahan juga memberlakukan sanksi, menangguhkan transfer bank, melumpuhkan perdagangan, serta menolak mengakui pemerintahan Taliban.

Pemerintahan Amerika bahkan membekukan 7 miliar dolar AS cadangan mata uang asing Afghanistan yang berada di AS.

Sekitar setengah populasi Afghanistan terancam kekurangan pangan yang parah dan kebanyakan pekerja publik, termasuk dokter dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan.

Baca Juga: Kabar Gembira, Kemenag Berikan Beasiswa pada Guru Madrasah Lanjut Kuliah S2

2. Argentina

Sekitar empat dari 10 warga Argentina dalam kondisi miskin dan bank sentral di Buenos Aires kekurangan cadangan devisa di tengah melemahnya mata uang negara itu.

Inflasi di Argentina pun diproyeksikan melampaui 70 persen pada 2022. Jutaan warga Argentina dilaporkan mengandalkan dapur umum dan program-program kesejahteraan masyarakat yang disokong gerakan sosial kuat yang terkait partai berkuasa saat ini.

Baca Juga: dr Saddam Ismail Ungkap Manfaat Rendam Kaki Di Air Garam, Salah Satunya Mengobati Infeksi Jamur

Belakangan ini, kesepakatan Buenos Aires dengan IMF untuk merestrukturisasi 44 miliar dolar AS utang luar negeri dipertanyakan atas konsesi yang dikritik justru menghalangi pemulihan ekonomi.

3. Mesir

Tingkat inflasi Mesir melonjak hampir 15% pada April, menyebabkan kemiskinan bagi hampir sepertiga dari 103 juta penduduknya.

Baca Juga: Dua Pekan Terakhir, Kasus Baru Covid 19 Naik 30 Persen Di Seluruh Dunia, WHO : Pandemi Belum Berakhir

Mereka sudah menderita dari program reformasi ambisius yang mencakup langkah-langkah penghematan menyakitkan seperti floating mata uang nasional dan pemotongan subsidi untuk bahan bakar, air, dan listrik.

Bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi dan mendevaluasi mata uang, menambah kesulitan dalam membayar utang luar negeri Mesir yang cukup besar. Cadangan devisa bersih Mesir pun telah habis.

Tetangganya, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab telah menjanjikan 22 miliar dolar AS dalam bentuk deposito dan investasi langsung sebagai bantuan.

Baca Juga: Terungkap, Kenapa Tembakan Brigadir J Meleset, Simak Penjelasannya

4. Laos

Laos merupakan salah satu negara dengan perkembangan ekonomi tercepat sebelum pandemi. Tingkat utang luar negeri Laos meningkat.
Seperti Sri Lanka, Vientiane kini tengah berbicara dengan kreditur tentang bagaimana membayar utang miliaran dolar AS mereka.

Isu pembayaran utang luar negeri Laos terhitung mendesak, mengingat lemahnya keuangan pemerintah. Menurut Bank Dunia, cadangan devisa Laos setara atau kurang dari nilai impor selama dua bulan.

Baca Juga: Tips Menghilangkan Kecanduan Rokok ala dr Zaidul Akbar, Hanya Minum Ramuan Herbal Ini

Depresiasi mata uang Laos hingga 30 persen memperburuk keadaan. Juga, harga-harga yang melambung serta tingkat pengangguran karena pandemi memperparah kemiskinan.

5. Myanmar

Pandemi dan ketidakstabilan politik telah menghantam ekonomi Myanmar, terutama setelah tentara merebut kekuasaan pada Februari 2021 dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.

Baca Juga: Bagaimana Nasib Mendag Setelah Disindir Jokowi? Turunkan Harga Minyak Belum Dituntaskan Justeru Sibuk Kampanye

Hal itu membawa sanksi Barat yang menargetkan kepemilikan komersial yang dikendalikan oleh tentara, yang mendominasi ekonomi.

Ekonomi mengalami kontraksi sebesar 18% tahun lalu dan diperkirakan hampir tidak tumbuh pada tahun 2022.

Lebih dari 700.000 orang telah melarikan diri atau diusir dari rumah mereka oleh konflik bersenjata dan kekerasan politik.

Baca Juga: Dr Zaidul Akbar:Konsumsi 3 Obat Herbal Ini, Bisa Cegah Penyakit Habis Lebaran

Situasinya sangat tidak pasti, pembaruan ekonomi global baru-baru ini dari Bank Dunia mengecualikan proyeksi bagi Myanmar untuk 2022-2024.

6. Pakistan

Seperti Sri Lanka, Pakistan telah melakukan pembicaraan mendesak dengan IMF, berharap untuk menghidupkan kembali paket dana talangan US$ 6 miliar yang ditunda setelah pemerintah Perdana Menteri Imran Khan digulingkan pada bulan April.

Baca Juga: Mudah Dilakukan Setiap Hari, Amalan Ini Pahalanya Setara dengan Ibadah Haji

Melonjaknya harga minyak mentah mendorong naiknya harga bahan bakar yang pada gilirannya menaikkan biaya lainnya, mendorong inflasi hingga lebih dari 21%.

Seruan seorang menteri pemerintah untuk mengurangi minum teh guna mengurangi tagihan 600 juta dolar AS untuk teh impor membuat marah banyak orang Pakistan.

Mata uang Pakistan, rupee, telah jatuh sekitar 30 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu.

Baca Juga: Kak Seto: Saya Tak Pernah Membela Pelaku Kejahatan Seksual

Untuk mendapatkan dukungan IMF, Perdana Menteri Shahbaz Sharif telah menaikkan harga bahan bakar.

Lalu, menghapuskan subsidi bahan bakar dan memberlakukan "pajak super" baru 10% pada industri-industri besar untuk membantu memperbaiki keuangan negara yang kembang kempis.

Pada akhir Maret, cadangan devisa Pakistan telah turun menjadi US$ 13,5 miliar, setara dengan hanya dua bulan impor.

Baca Juga: Diduga Diserang Hewan Buas, Belasan Ekor Kambing Mati di Indramayu

7. Turki

Memburuknya keuangan pemerintah dan meningkatnya defisit neraca perdagangan dan modal telah memperparah masalah Turki dengan utang yang tinggi dan meningkat.

Inflasi pun melambung di atas 70 persen dengan tingkat pengangguran yang tinggi.

Baca Juga: Petani Majalengka Sambut Baik Kenaikan Harga Gabah, Mudah-mudahan Harga Bisa Naik Lagi

Bank Sentral terpaksa menggunakan cadangan devisa untuk menangkis krisis mata uang, setelah lira jatuh ke posisi terendah sepanjang masa terhadap euro dan dolar AS pada akhir 2021.

Pemotongan pajak dan subsidi bahan bakar untuk meredam pukulan dari inflasi telah melemahkan keuangan pemerintah.

Keluarga berjuang untuk membeli makanan dan barang-barang lainnya, sementara utang luar negeri Turki telah mencapai sekitar 54% dari PDB.

Baca Juga: Kisah Anak Petani Lereng Gunung Lawu Bisa Kuliah di UGM, Sebentar Lagi Sarjana

8. Zimbabwe

Inflasi di Zimbabwe telah melonjak hingga lebih dari 130%, meningkatkan kekhawatiran negara tersebut dapat kembali ke hiperinflasi tahun 2008 yang mencapai 500 miliar persen dan menumpuk masalah pada ekonominya yang sudah rapuh.

Zimbabwe berjuang untuk menghasilkan arus masuk yang memadai dari dolar AS yang dibutuhkan untuk ekonomi lokalnya yang telah terpukul oleh tahun-tahun deindustrialisasi, korupsi, investasi rendah, ekspor rendah, dan utang tinggi.

Baca Juga: Presiden Jokowi Marah! Minta Jajarannya Fokus Pembinaan Pendidikan Antisipasi Kasus Pencabulan Berulang

Inflasi telah membuat warga Zimbabwe tidak mempercayai mata uang tersebut, menambah permintaan dolar AS.

Banyak warga yang terpaksa mengurangi makan karena mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

9. Lebanon

Baca Juga: Nathalie Holscher, Sambil Nangis: Azam Adalah Penyemangat Hidup Aku

Lebanon nyaris senasib dengan Sri Lanka, mulai dari keruntuhan mata uang, kekurangan uang, tingkat inflasi yang mendekik, kelaparan yang meningkat, antrean yang mengular untuk bahan bakar, dan kelas menengah yang hancur.

Negara ini juga mengalami perang saudara yang panjang sehingga pemulihannya terhambat oleh disfungsi pemerintah dan serangan teror.

Usulan pajak pada akhir 2019 memicu kemarahan lama terhadap kelas penguasa dan protes berbulan-bulan.

Baca Juga: Cara Urus Paspor yang Hilang atau Rusak, Simak Syarat dan Besaran Biayanya

Mata uang mulai tenggelam dan Lebanon gagal bayar senilai sekitar US$ 90 miliar pada saat itu, atau 170% dari PDB, salah satu yang tertinggi di dunia.

Pada Juni 2021, dengan mata uang yang telah kehilangan hampir 90% nilainya, Bank Dunia mengatakan krisis tersebut menempati peringkat salah satu yang terburuk di dunia dalam lebih dari 150 tahun.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2022 di kisaran 4,8 persen – 5,3 persen.

Baca Juga: PN Surabaya Ungkap Alasan Sidang Kasus Pencabulan Santri dengan Terdakwa Bechi Digelar Tertutup dan Online

Hal ini menjadi bukti Indonesia tidak termasuk negara yang ambruk ekonominya.

Selaku bendahara negara, Sri Mulyani optimis realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 kemungkinan akan mendekati level atas yakni sekitar 5 persen. Namun, realisasi tetap menunggu perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS).***

Editor: M Asrul

Sumber: GalamediaNews.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah