Bingung Puasa Arafah? Ikut Pemerintah atau Waktu Wukuf di Arab Saudi,Ikuti Penjelasannya

2 Juli 2022, 10:35 WIB
Ilustrasi, Puasa Arafah /Instagram @qafahausbrunei

Kapan pelaksanaan puasa Arafah, sebagian orang masih bingung dan bertanya tanya, ikut pemerintah atau ikut waktu wukuf di Arab Saudi.

Karena jadwal wukuf di Arafah dan 9 Dzulhijjah nantinya di tanah air berbeda untuk tahun ini

Ada beberapa orang yang menyakini bahwa puasa Arafah dilakukan saat waktu wukuf di Arab Saudi. Namun, ada juga menyebutkan waktu puasa Arafah mengikuti keputusan pemerintah.

Baca Juga: Idul Adha Arab Saudi 10 Zulhijjah Jatuh pada 9 Juli, Indonesia 10 Juli, Kemenag Ini Alasannya

Dilansir chanelsulsel.com dikutip dari PortalJember.com melalui channel YouTube Ceramah Singkat video tanggal 18 Juli 2021, inilah penjelasan ustadz Adi Hidayat.

"Arafah itu menunjukkan pada momentumnya, ya momentum orang wukuf," ucap ulama kelahiran Pandeglang ini di awal video.

Namun dalam hadist Muslim nomor 1162, dijelaskan mengenai puasa Arafah yang menggunakan kata yaum.

Yaum menurut ustadz Adi Hidayat adalah huruf yang melekatkan sesuatu bukan pada momentumnya melainkan menunjukkan pada waktu.

Baca Juga: Pekerjaan Ini Dilarang di Pagi Hari, Buya Yahya : Bisa Mendapatkan Kefakiran

"Hadist ini ingin menegaskan, puasa itu dilakukan bukan mengikuti momentumnya, tapi mengikuti waktunya," kata pemilik channel YouTube ustadz Adi Hidayat Official ini.

Sehingga jika di suatu tempat atau negara sudah masuk ke tanggal 9 Dzulhijjah meski tidak bersamaa dengan waktu wukuf di Arab Saudi, maka masyarakat di negara tersebut sudah harus menunaikan puasa.

"Jadi nanti kalau pemerintah menetapkan waktu, misalnya bersamaan Alhamdulillah, kalau tidak, ikuti waktu kita," ucap ustadz Adi Hidayat lagi.

 Baca Juga: Benarkah Ada Ruang Rahasia Dibawah Masjid Nabawi? Simak Ulasannya

Itulah penjelasan kapan puasa Arafah menurut ustadz Adi Hidayat dan sebaiknya mengikuti waktu pemerintah jika berbeda dengan waktu wukuf di Arab Saudi

Dilansir  chanelsulsel.com, dikutip dari Muhammad Abduh Tuasikal, rumaysho.com, menjelaskan kapan puasa Arafah,berikut penjelasannya

Puasa Arafah adalah amalan yang disunnahkan bagi orang yang tidak berhaji. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

Puasa Arqfah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

 Baca Juga: Fakta Menakjubkan Dari Makam Rasulullah SAW

Penglihatan Hilal Indonesia Jadi Rujukan

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080).

Hilal di negeri masing-masinglah yang jadi patokan, itulah maksud perintah hadits. Yang menguatkannya pula adalah riwayat dari Kuraib–, bahwa Ummu Fadhl bintu Al Harits pernah menyuruhnya untuk menemui Muawiyah di Syam, dalam rangka menyelesaikan suatu urusan.

Kuraib melanjutkan kisahnya, setibanya di Syam, saya selesaikan urusan yang dititipkan Ummu Fadhl. Ketika itu masuk tanggal 1 ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat.

Kemudian saya pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas bertanya kepadaku, “Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas. Kuraib menjawab, “Kami melihatnya malam Jumat.” “Kamu melihatnya sendiri?”, tanya Ibnu Abbas. “Ya, saya melihatnya dan penduduk yang ada di negeriku pun melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyah pun puasa.” Jawab Kuraib.

Ibnu Abbas menjelaskan,

لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ أَوْ نَرَاهُ

“Kalau kami melihatnya malam Sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”

Baca Juga: Ketika Dinding Makam Rasulullah Roboh, Berikut Faktanya

Kuraib bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah?”

Jawab Ibnu Abbas,

لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Tidak, seperti ini yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami.” (HR. Muslim no. 1087).

Ini jadi dalil bahwa hilal di negeri kita tidak mesti sama dengan hilal Kerajaan Saudi Arabia, hilal lokal itulah yang berlaku.

Imam Nawawi rahimahullah membawakan judul untuk hadits Kuraib, “Setiap negeri memiliki penglihatan hilal secara tersendiri. Jika mereka melihat hilal, maka tidak berlaku untuk negeri lainnya.”

Imam Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Hadits Kuraib dari Ibnu ‘Abbas jadi dalil untuk judul yang disampaikan. Menurut pendapat yang kuat di kalangan Syafi’iyah, penglihatan rukyah (hilal) tidak berlaku secara umum. Akan tetapi berlaku khusus untuk orang-orang yang terdekat selama masih dalam jarak belum diqasharnya shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 175). Namun sebagian ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa hilal internasionallah yang berlaku. Maksudnya, penglihatan hilal di suatu tempat berlaku pula untuk tempat lainnya. (Lihat Idem)

 Baca Juga: Bukan Kulkas, Simpan Daging Sapi Bertahan Lama Tidak Cepat Busuk, Simak Caranya

Hadits berikut pun menunjukkan yang jadi patokan adalah hilal. Hilal yang berlaku adalah di negeri masing-masing.

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً

Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)

Karena larangan yang disebut dalam hadits berlaku jika sudah terlihat hilal Dzulhijjah, maka demikian pula untuk puasa Arafah berpatokan pada hilal dan bukan pada wukuf.

Puasa Arafah Ikut Negeri Masing-Masing

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arafah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah.

Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. (Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20: 47-48).***

 

Editor: Imran Said

Sumber: portaljember.com Rumasyho.com

Tags

Terkini

Terpopuler