Sidang Perdana di MK, Capres-Cawapres Minimal Berusia 30 Tahun

14 September 2023, 02:00 WIB
Sidang Perdana di MK, Capres-Cawapres Minimal Berusia 30 Tahun /Humas MKRI/Chanelsulsel

CHANELSULSEL.COM- Batas minimal usia pencalonan presiden dan wakil presiden yang termuat pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu), kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, permohonan datang dari Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumbanbatu. 

Sidang perdana untuk perkara Nomor 100/PUU-XXI/2023 ini digelar pada Rabu (13/09/2023) di Ruang Sidang Pleno MK oleh Majelis Sidang Panel, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra beserta Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Baca Juga: BRI Cabang Majene MoU dengan Perumahan Al-Ikhlas Residance Majene

“Pasal 169 huruf q UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.

Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumbanbatu (para Pemohon) menyebutkan secara fakta para Pemohon adalah subjek hukum yang telah cakap hukum (berusia 30 dan 38 tahun, WNI).

Para Pemohon dalam melakukan tindakan hukum memiliki hak untuk memilih calon presiden dan wakil presiden. Syarat mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 6 UUD 1945.  

Baca Juga: Aurel Hermansyah Bikin Gempar di Shopee Live, Jual Lebih dari 16.000 Produk di Puncak Kampanye Shopee 9.9

Untuk itu, secara bersamaan juga hak untuk dipilih mejadi presiden dan wakil presiden melekat kepada para Pemohon.

“Secara fakta, Pemohon dalam melaksanakan hak hukumnya yakni untuk mencalonkan dirinya sebagai wakil presiden tidak dapat dilaksanakan karena secara diskriminatif UU 7/2017 telah membatasi hak Pemohon karena calon Wakil Presiden harus minimal berusia 40 tahun. 

Fakta selanjutnya dalam ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia yakni secara khusus terhadap Kepala-Kepala Daerah disyaratkan usia minimal dalam mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah adalah usia 30 tahun, yakni secara faktual ditemukan diantaranya:

Gubernur Lampung (M. Ridho Ficardo, 34 Tahun), Boby Nasution (Walikota Medan, 32 tahun), Bupati Trenggalek (Emil Dardak, 32 Tahun), Walikota Solo (Gibran Rakabuming, 35 Tahun),” terang Marson.

Marson menegaskan, adanya kepala-kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun, dan telah berpengalaman, menunjukan bahwasanya diisi oleh pemuda-pemudi yang berusia muda (usia milenial).

Jabatan kepala-kepala daerah tersebut sama beratnya dengan beban kerja presiden dan wakil presiden.

Secara fakta kepala-kepala daerah merupakan jabatan dalam kekuasaan eksekutif, sama dengan presiden dan wakil Presiden yang juga merupakan kekuasaan eksekutif yang juga sama-sama dipilih oleh rakyat.

Maka, adalah hal yang cukup beralasan bagi para Pemohon untuk mendalilkan bahwasannya Pasal 169 huruf q UU Pemilu tersebut tidak konsisten jika merujuk kepada ketentuan peraturan mengenai pencalonan kepala daerah yang memperbolehkan calon kepala daerah berusia di bawah 40 tahun.

Untuk itu, dalam petitum para Pemohon meminta MK menyatakan frasa “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun”. 

 

Nasihat Hakim

Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan pemohon untuk membaca Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) sebagai pedoman dalam penyusunan permohonan.

Selain itu, Arief juga meminta para Pemohon untuk memberikan alasan yang kuat mengenai alasan permohonan.

“Saudara membaca PMK dalam menyusun permohonan, PMK  berapa itu? Budayakan literasi anda suka membaca. Ada PMK untuk menyusun permohonan.

Arief juga menanyakan petitum para Pemohon yang meminta calon presiden dan wakil presiden minimal berusia 30 tahun.

“Di dalam petitum yang konstitusional itu usianya 30 tahun bagi presiden dan wakil presiden. Kenapa angka 30 yang anda pilih? Padahal ada permohonan yang meminta 35 tahun, ada yang meminta 25 tahun, ada yang meminta 17 tahun.

Berarti kalau berdasar itu maka saudara kira-kira bisa menganalisis kenapa anda memilih 30?.

Nah itu yang harus anda jelaskan di dalam posita,” kata Arief saat memberikan saran kepada para Pemohon.

Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan perlu adanya alasan yang kuat kenapa memilih usia 30 tahun.

Manahan juga meminta para Pemohon untuk memperbaiki sistematika penyusunan permohonan berdasarkan PMK.

Sementara Wakil Ketua MK Saldi Isra menyarankan para pemohon untuk melihat kembali bagian petitum yang terdapat pada permohonannya. “Nanti dilihat lagi, apakah benar merumuskan petitum seperti ini atau tidak. Jangan nanti permohonan saudara ini dikatakan kabur. Kabur itu tidak jelas.

Nah yang paling fatal dalam permohonan ini adalah tidak ada penjelasan atau argumentasi mengapa usia 40 tahun itu kalau tidak dimaknai menjadi 30 itu bertentangan dengan UUD 1945. Belum ada penjelasannya, padahal itu yang akan kami nilai,” nasihat Saldi.

Sebelum menutup persidangan Saldi Isra mengatakan para Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya.

Adapun perbaikan permohonan paling lambat diserahkan ke Kepaniteraan MK pada Selasa 26 September 2023.***

Editor: Burhan Andi Baharuddin

Sumber: mkri.id

Tags

Terkini

Terpopuler