Kurban Bergilir, Berkurban Suami, Tahun Depan Istri, Anak Pertama dan Seterusnya, Hukumnya Bagaimana?

- 7 Juli 2022, 17:30 WIB
Ilustrasi, Hukum Berkurban Bergilir  dengan Anggota Keluarga
Ilustrasi, Hukum Berkurban Bergilir dengan Anggota Keluarga /instagram/ @lensamu/

CHANELSULSEL.COM - Cara berkurban bergilir cukup populer ditengah masyarakat.kepala keluarga mengkurbankan anggota keluarganya secara bergilir, tahun ini atas nama suami, tahun depan atas nama istri, tahun berikutnya atas nama anak pertama dan seterusnya. Bagaimana hukumnya?

Segala tindakan yang berkaitan dengan ibadah, ada kaidah tuntunannya.

Ini menjadi hal yang unik,dilansir chanelsulsel.com, yang dikutip dari muslim.or.id, penjelasan hukumnya, dapat dibaca sampai selesai dalam artikel ini

Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam selalu berqurban setiap tahun. Namun tidak dinukil riwayat bahwasanya beliau mempergilirkan qurban, kepada istri-istrinya dan anak-anaknya.

Baca Juga: Kolaborasi Multipihak, Vaksin Covid -19 Inklusif Digelar di Pinrang

Bahkan beliau menganggap kurban beliau sudah mencukupi seluruh keluarganya.

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berqurban dengan dua domba gemuk yang bertanduk salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya dan yang lain untuk orang-orang yang tidak berkurban dari umatnya” (HR. Ibnu Majah no.3122, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwaul Ghalil [4/353])

Demikian juga para sahabat Nabi, yang berkurban di antara mereka adalah para kepala keluarga, dan mereka juga tidak mempergilirkan qurban pada anak dan istri mereka.

Baca Juga: Kurikulum Merdeka Belajar, Segera di Terapkan di Semua Jenjang Pendidikan

Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiallahu’anhu, ia berkata:

“Dahulu di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, seorang lelaki berkurban dengan satu kambing yang disembelih untuk dirinya dan keluarganya.

Mereka makan dan sembelihan tersebut dan memberi makan orang lain. Kemudian setelah itu orang-orang mulai berbangga-bangga (dengan banyaknya hewan qurban) sebagaimana engkau lihat” (HR. Tirmidzi no.1505, Ibnu Majah no. 3147, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Syaikh Ibnu Al Utsaimin ditanya: “apakah setiap anggota keluarga dituntut untuk berkurban atas diri mereka masing-masing?”. Beliau menjawab:

“Tidak. Yang sesuai sunnah, kepala rumah tangga lah yang berkurban. Bukan setiap anggota keluarga. Dalilnya, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya.

Dan Abu Ayyub Al Anshari berkata: “Dahulu di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, seorang lelaki berqurban dengan satu kambing yang disembelih untuk dirinya dan keluarganya”.

Baca Juga: Ini Keutamaan Puasa Arafah 9 Dzulhijjah, Beserta Niat dan Artinya

Andaikan disyariatkan setiap anggota keluarga untuk berkurban atas dirinya masing-masing tentu sudah ada dalilnya dari sunnah Nabi.

Dan kita ketahui bersama, bahwa para istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak ada yang berkukban, karena sudah mecukupkan diri dengan qurban Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam“.

Kepada beberapa ulama dalam masalah ini, dengan teks pertanyaan, “wahai Syaikh, terkait kurban.

Diantara kebiasaan di negeri kami, seorang lelaki misalnya tahun ini berkurban, namun tahun depan dia tidak berqurban melainkan istrinya yang berkurban. Tahun depannya lagi anak pertamanya, dan terus demikian secara bergiliran. Apakah ini baik?”.

Baca Juga: Niat Puasa Tarwiyah 8 Dzulhijjah Pada Tanggal 8 Juli 2022

Syaikh Walid Saifun Nashr menjawab:

 “Saya tidak mengetahui ada landasan dari perbuatan ini” [Kami tanyakan melalui Whatsapp Messenger]

Syaikh Dr. Aziz Farhan Al Anazi menjawab:

 “Asalnya tuntutan untuk berkurban itu pada setiap keluarga, dan yang bertanggung-jawab untuk menunaikannya adalah suami karena dia yang wajib memberikan nafkah kepada istri-istri dan anak-anaknya” Artikel ini pernah tayang dengan judul “Hukum Kurban Bergilir Antar Anggota Keluarga” di laman muslim.or.id.2022.

Adapun mengenai keabsahan kurban jika yang berkurban bukan kepala keluarga namun salah seorang dari anggota keluarga, maka tetap sah jika syarat dan rukun kurban terpenuhi.

Semisal jika istrinya yang berkurban atau anaknya, maka boleh dan tetap sah. Namun kurang utama, karena menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya

Kesimpulannya, yang lebih mendekatkan sunnah Nabi dan para  sahabat, yang berkurban cukuplah suami saja sebagai kepala keluarga,Tidak perlu dipergilirkan kepada anggota keluarga yang lain.Dan tidak ada keutamaan khusus dengan mempergilirkan demikian

Namun jika anggota keluarga yang lain berqurban atas nama dirinya, itu pun boleh saja dan sah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunnah Nabi dan para sahabat sebagaimana telah dijelaskan>***

 

Editor: Imran Said

Sumber: muslim.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah