Hasil Kesepakatan MABIMS, Kemenag Gunakan Kriteria Baru Penetapan Bulan Hijriyah

10 Maret 2024, 09:35 WIB
Hasil Kesepakatan MABIMS, Kemenag Gunakan Kriteria Baru Penetapan Bulan Hijriyah /

CHANELSULSEL.COM - Kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 2021 akan digunakan oleh Kementerian Agama ( Kemenag) penetapan Bulan Hijriyah

Penerapan kriteria baru MABIMS berdampak pada perubahan dalam penghitungan dan penetapan awal bulan Hijriah.

Berdasarkan pada hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 2021 kriteria hilal berubah menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Baca Juga: Niat Puasa Ramadan, Arab, Latin Lengkap Artinya

Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan surat bersama ad referendum pada 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai tahun 2022.

Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, Prof Thomas Djamaludin dalam acara Media Lounge Discussion (MELODI) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Jumat 8 Maret 2024

Adanya perubahan kriteria tersebut, berpengaruh terhadap penentuan awal bulan Hijriah.

Terutama di Indonesia, yang menggunakan metode hisab dan rukyat. Prof Thomas Djamaludin menuturkan bahwa rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan) secara astronomi dinilai setara dalam penentuan awal bulan Hijriah. Sehingga, tidak ada dikotomi antara rukyat dan hisab. 

Baca Juga: Umrah Saat Ramadan, Ditjen PHU Imbau Laksanakan 5 Program Pasti, Apa Saja?

“Metode rukyat hilal diterapkan pada tanggal 29 Hijriah untuk melaksanakan contoh Rasul (ta’abudi). Agar rukyat akurat, arahnya dibantu dengan hasil hisab. Hisab bisa digunakan untuk membuat kalender sampai waktu yang panjang di masa depan." Ujarnya

Agar hisab merujuk juga pada contoh Rasul, maka kriterianya dibuat sesuai dengan hasil rukyat jangka panjang, berupa data visibilitas hilal atau imkan rukyat (kemungkinan bisa dirukyat),” jelasnya.

Thomas memaparkan bahwa dengan perhitungan ini berpotensi akan ada perbedaan awal puasa pada bulan Ramadhan tahun ini, namun akan ada kesamaan pada awal bulan Syawal. Sehingga awal puasa diperkirakan akan dimulai pada tanggal 12 Maret 2024, dan Idul Fitri atau 1 Syawal 1445 Hijriah akan jatuh bersamaan pada tanggal 10 April 2024.

“Terkait perbedaan yang terjadi lebih karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas yang belum bisa disatukan, tetapi Kementerian agama dan Majelis Ulama Indonesia terus mengupayakan adanya persamaan. Perbedaan yang ada harus kita hormati namun upaya untuk mencari titik temu harus kita teruskan,” pesan Thomas.

Baca Juga: Jelang Bulan Suci Ramadan, Pemkab Enrekang Bersama Forkopimda Pantau Harga Kebutuhan Pokok

Pada kesempatan yang sama, Kepala Sub Direktorat Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ismail Fahmi menyampaikan bahwasanya penentuan awal bulan Hijriah dengan kriteria yang baru perhitungannya lebih scientific ketimbang kriteria yang terdahulu.

Tetapi kalau ternyata dengan kriteria yang baru ada koreksi, maka Kementerian Agama akan koreksi untuk selanjutnya karena memang untuk kesejahteraan umat.

Namun demikian menurutnya sidang isbat masih tetap diperlukan. Sidang isbat adalah forum bersama, forum musyawarah umat islam dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

“Semoga apa yang dimusyawarahkan bisa menjadi pedoman bagi masyarakat dan juga bisa menjadi ketenangan dalam menjalankan ibadah Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah,” jelas Ismail.

Ia berharap walaupun hasilnya nanti ada perbedaan masyarakat juga harus tetap menjaga keharmonisan.

“Perbedaan itu adalah rahmat, tetapi kalau berbeda saja menjadi rahmat apalagi jika kita bisa bersatu,” pesan Ismail.***

Editor: Imran Said

Sumber: BRIN

Tags

Terkini

Terpopuler